Sabtu, 03 Desember 2016

Korupsi, Maslahah atau Masalah Siapa?

Indonesia rasanya tak pernah sepi dari berita penggunaan hak yang tak semestinya, korupsi. Sudah seperti mendarah daging bagi warga negara ini. Mulai dari tingkat pemerintahan yang rendah, hingga menteri atau bahkan besan dari presiden pun pernah tersandung kasus ini. Banyak dampak buruk yang terjadi. Hak yang tak tersampaikan, cita-cita yang tak sesuai harapan hingga kemiskinan yang berkepanjangan. Lantas, bagaimana peran kaum intelektual muda yang berwawasan luas ini? Apakah hanya perlu berkoar-koar menyuarakan pendapat di depan gedung DRP? Membakar fasilitas umum dan sekelumit pekerjaan tanpa pemikiran jangka panjang.

Ya, pemikiran jangka panjang. Hanya menikmati kenikmatan yang begitu mewah. Seakan-akan mata dibutakan oleh bogkahan proyek-proyek hasil raupan rupiah. Bersihkan  dari kepentingan-kepentingan lain. Kita sebagai bangsa juga mampu menyelesaikan permasalah ini bersama-sama. Bukan kita sebagai anggota KPK tapi sebagai warga negara Indonesia yang arif. 

1. Pembentukan Karakter
Tidak akan pernah pudar dan akan teringat dalam memori jangka panjang. Berlaku jujur dalam setiap kesempatan apapun itu. Sekalipun tak ada orang lain yang mengawasi, justru diri kita sendiri menjadi pengawas atas kewaspadaan hal-hal yang melanggar aturan. Lebih tepatnya, pembentukan karakter berada dalam usia-usia emas (0-4 tahun) agar dapat menimbulkan kesan yang tak terlupa. Membiasakan berlaku jujur, adil, menempatkan sesuai tempatnya. Bukan berarti pendidikan karakter hanya berlaku pada usia terseut saja, namun semuanya dapat diasah perlahan. Karena sesuatu yang berproses akan menjadikannya lebih mengena. Kita bisa membiasakannya demgan berkata jujur, sekalipun itu hanyalah gurauan semata.

2. Sederhana dalam Pegelolaan Harta
Jika dalam berkecukupan, sebaiknya menggunakan seperlunya. Jika sedang banyak rezeki alangkah baiknya pula jika menggunakannya dengan bijak. Jika kita melihat dalam pedoman utama Islam, maka Surah QS. Al-Isra’ ayat 29 yang artinya :
29. dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.
Maksud dari ayat tersebut adalah kita tidak boleh bersikap kikir dan juga boros daam membelanjakan harta kita. Bentuklah skala prioritas apa saja yang sedang dan akan dibutuhkan. Menggunakan hal ini akan menjadikan kita bijaksana dalam penggunan harta. Karena salah satu faktor yang menyebabkan tindak korupsi adalah selalu merasa kurang dengan apa yang sudah dimilikinya saat ini. Maka dai itu akan senatiasa menambah harta, memperkaya diri dengan cara apapun, meskipu itu bukan cara yang baik. 

3. Mengingat Kembali, Pertanggungjawaban Harta
Dikutip dari kitab “Nashoihul ‘Ibad” maka kita akan diingatkan, bagaimana pertanggungjawaban dari harta yang dimiliki. Ada dua hal yang akan ditanyakan di akhirat nanti. Pertama, dari mana asalnya harta yang dimiliki? Kedua, untuk apa saja harta tersebut digunakan? Jika mendengar kisah terdahulu. Ada salah seorang dari Sahabat Rosul yang paling kaya daripada sahabat yang liannya. Abdurrohman bin Auf. Namun, Rosulullah SAW justru menyayangkan beliau. Kenapa? Karena di akhirat nanti ia akan berjalan menuju surga dengan merangkak. Hal tersebut dikarenakan begitu banyak pertanyaan mencaup pertanggungjawaban seluruh hartanya. Hal ini pula, seharusnya dapat diingatkan dengan mengingat mati.

4. Pertukaran Posisi
Jika kenikmatan dirasakan sendiri tentu sangatlah nyaman. Namun, bagaimana apabila posisi para karuptor atauoun para penanggung perwakialn rakyat merasakan apa yang sedang dirasakan rakyatnya. Mencoba denag pertukaran posisi selama beberapa hari atau minggu. Merasakan bagaimana perasaan dan perjuangan orang miskin untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Dengan hal tersebut diharapkan mampu mengbah mindset dan pemikiran tentang tindakan korupsi. Tidak sepantasnya korupsi menjadi tradisi bangsa yang bijaksana ini.
Ikut andil dan merasakan pula bagaimana jika posisi tersebut ada pada kita. Bertahan, berdoa adalah kesungguhan dalam menjalankan hidup. Seolah-olah tengah berkelanjutan.

5. Sedekah
Meluangkan harta untuk orang lain. Sedekah merupakan penyucian harta serta hati dari keegoisan. Dari sedekah ada banyak hal yang dapat diambil manfaatnya baik jangka panjang ataupun pendek. Yaitu meningkatkan solidaritas antar sesama, menghilangkan gengsi, memumpuk sikap saling menolong dan banyak lainnya. Dari sedekah pula, ada konsep matematika Allah yang tidak dapat dijelaskan secara logika manusia. Memberi satu akan melipatgandakan pahala yang didapat. Bahkan sesederhana apapun itu.

Jumat, 04 November 2016

Jadi, ini Milik Siapa?

Menumbuhkan sense of belonging. Apa itu? Rasa kepemilikan. Seperti dalam pekerjaan. Sebagian besar orang memilih pekerjaan tersebut hanya ‘sekedar’ menikmati materi yang didapat. Tanpa dipikirkan lagi apa yang akan ia dapat dari pekerjaan selain materi. Seperti hubungan timbal balik yang saling ikhlas memberi. Lain halnya dengan pekerjaan yang dlakukan sesuai dengan passion diri. Dimana selalu ada kenikmatan tersendiri untuk melakukannya. Bukan beban, malah selalu ada inovasi baru, lagi dan lagi. Selalu merasa kurang cukup puas dengan apa yang sudah dicapai. Rasa kepemilikan akan tumbuh ketika hal tersebut merupakan kesenangan kita. Tiada rasa dikejar sesuatu, justru merasa mengejar hal baru yang lebih dari itu.
Sering dilihat, bagaimana begitu banyak perbedaan dalam menyikapi sesuatu. Karena sense of belonging  itu sendiri. Peka, peduli, perhatian, akan diberikan secara lebih jika merasa bahwa hal tersebut adalah ‘miliknya’. Begitu pula sebaliknya. Menikmati sih, namun masih terasa dikejar sesuatu. Ada beberapa kemungkinan. Seperti apakah sudah bergantung dengan hal tersebut atau entahlah.
Ada juga beberapa orang menganggap bahwa pekerjaan adalah tanggung jawab mereka kepada Tuhan. Sehinga mereka mengerjakannya dengan penuh tanggung jawab, dan mengetahui bahwa Tuhan akan membalas apa saja yang tekah diperbuat. Oleh karena itu, ada pertanyaan, apakah pemahaman agama berkolerasi dengan etos kerja? Dalam kenyataannya, beberapa hal tersebut justru ada benarnya. Dipungkiri atau tidak, sedikit banyak ada pengaruh terhadap etos kerja.

Namun, bukan hanya pemahaman agama. Banyak pula dijumpai orang yang berprofesi melayani orang lain. Dalam hal ini, terlebih jika tidak ada tuntutan, maka orang tersebut melakukannya sebatas pekerjaan selesai tanpa memikirkan kepuasan dari pelanggan yang dilayani tersebut. Semisal di minimarket, dimana mengahruskan kasir harus berlaku baik, menyapa dengan sapaan yang sudah ditentukan, agar gaji mereka tidak dipotong. Karena kepuasan konsuman juga akan berdampak pada penjualan minimarket tersebut. Berbeda dengan beberapa pelayanan konsumen, dimana tempat tersebut mereka bertemu dengan banyak orang dan berbagai kebutuhan. Semisal saja pada pelayanan transportasi. Tidak semua pelayanannya bersifat melayani konsumen. Justru pula ada beberapa yang merasa kesal karena berjumpa dengan pertanyaan yang sama atau hal – hal lain yang sama. Seharusnya, sebelum bekerja mereka sudah menyadari bahwa hal tersebut merupakan resiko yang ditanggung mereka, mengingat profesi mereka yang menuntut kenyamanan orang lain. Muka masam, intonasi tinggi, tapi mereka tetap lakukan tersebut kareana konsemun akan tersu menggunakan jasa mereka. Berbeda dengan sistem minimarket yang berupaya agar konsumen mereka puas dan bertambah. Pelayanan pun berbeda, bagaiman jika seumpama konsumen yang mereka hadapi adalaha keluarga mereka sendiri, apakah pelayanannya akan sama? Sudah sebuah naluri kemanusiaan, jika merasa orang yang dekat dengannya akan diperlakuakn secara baik pula. “Tenang aja, mereka juga bukan siapa-siapa saya. Jadi, kalau mereka seperti itu, ya sudah.” Dimana konsumen membayar uang untuk profesi mereka. Lantas, pernah kah terpikir bagaimana memposisikan orang lain seperti dirinya sendiri? Jadi, tanggung jawab ini milik siapa?

Selasa, 01 November 2016

Surat Untuk Mbah Kung

Assalamu’alaikum...
Salam Ceria untuk Mbah Kakung. Kabar manis terhangat dariku, bagaimana kabar mbah sekarang? Alahmdulillah, bulan ini rasanya berbeda. Rara bisa puasa di kota kebanggan mbah dulu, Surabaya. Suka duka disini mbah.. ini kali pertamanya Rara puasa disini. Kalau puasa jauh dari rumah sudah biasa ya, kalau puasa di kota metropolitan gini? Ini pengalaman seru deh. Kenapa? Rara belum menemukan secuil kebahagiian Ramadhan itu sendiri. Dulu ayah sempat cerita, katanya mbah senang sekali tinggal disini. Karena dinas mbah yang selalu berpindah tempat, ya kah? Tapi, disini pula kenangan berakhir tentang mbah. Sedih.
Sudah 6 tahun sebelumnya Rara puasa di pondok, bareng teman-teman Rara. Bahagia, karena kita punya rutinitas yang sama. Bangun untuk sahur, lalu pergi jamaah ke masjid bersama. Suasana Ramadhan selalu hadir ketika ada kebersamaan. Bahkan biasanya, beberapa bulan sebelumnya kita sudah senang sekali menyambutnya. Seperti kata Ustadz-Ustadzah, diriwayatkan hadits bahwa barang siapa yang berbahagia atas datangnya bulan Ramadhan, maka diharamkan baginya api neraka. Keren kan ya mbah. Untuk kali ini? Rara sedih, besok puasa saja rasanya tidak ada kebahagiaan itu. Hingga tarawih, puasa, dan berbuka rasanya seperti jauh dari-Nya. Kenapa ya? Rara coba intropeksi diri. Selama ini hanya dikejar deadline, sampai lupa untuk mendekat pada-Nya. Hingga suatu hari, sebuah rencana Rara rancang. Pondok kilat 10 hari, namun gagal. Tapi, daripada rugi, akhirnya Rara nikmati suasan kota Surabaya pada bulan Ramadhan.
Seminggu yang lalu, Rara pergi ke Masjid Akbar Surabaya. Naik sepeda, sendirian. Dan disitu banyak hal yang isa ditemukan. Menjadi pelajaran berharga, dan juga menyemangat ibadah. Di perjalanan banyak sekali yang bisa diperhatikan. Pertama, saking lelahnya menempuh perjalanan, Rara gak sanggup buka di Masjid sesuai rencana sebelumnya. Macet banget. Akhirnya berhenti di sebuah supermarket yang menyediakn kursi di depan. Duduk sebentar lalu adzan. Nah, ada beberapa pembeli. Awalnya sempat mengira bahwa orang tersebut non-muslim karena penampilannya, eh ternyata pasanagn suami istri tersebut singgah untuk berbuka puasa juga! Hebat! Baru kali ini. Nah, hilangkan prasangka! Hehe gitu yaa. Terus ada juga orang yang bersedia membagikan takjil padaku. Dari hal ini Rara mulai menintropeksi diri lagi. Apakah mungkin Rara lebih baik dari mereka? Kedua, ini di Masjid Akbar, setelah sholat maghrib. Karena sudah tertinggal jamaah, akhirnya Rara sholat sendiri, dan setelah salam Rara lihat di belakang ada jamaah adik-adik panti asuhan. Subhanlaah, terharu. Kenapa Rara yang paham bahwa jamaah lebih baik namun tetap memilih sendiri? Dan yang terkahir, tentang kakek tua di pinggir jalan. Beliau begitu ikhlas membersihkan area sekitar Masjid tanpa mengiba imbalan apapun.
Mulai dari situ, Rara banyak belajar bahwa inspirasi bisa datang dan hadir dimana saja. Rara kagum dan merasa kecil. Belum bisa belajar apapun. Tapi, hingga saat ini belum juga kebahagiaan itu serasa sama seperti dulu. Masih banyak yang perlu diperbaiki. Hingga suatu hari, salah seorang teman mencoba memberi saran. “Cobalah isi Ramadhan kali ini dengan sesuatu yang ‘Greget’,” ujarnya. “Bikin setiap Ramadhanmu berbeda. Jangan samakan dengan sebelum-sebelumnya.”
Dan di situ, Rara mulai merindu. Bagaimana Ramadhan yang selalu dinanti dan dinikmati bersama. Apakah mbah disana juga merasakan bahagianya Ramadhan? Kami doakan selalu. Aamiin. Sudah dulu ya mbah, kita bisa sambung lagi di lain kesempatan. Rara ingat pesan mbah.
Wassalam.



Kuliah di bahagia Suami

Biasa dipanggil Uun, karena ibuku sangat mengidolakan salah satu artis era 80-an. Aku sangat bahagia dengan  kehidupanku saat ini. Menjadi guru adalah cita-cita sejak dulu. Bisa berkumpul dengan keluarga, dan menjadikan ilmuku bermanfaat. Aamiin. Bertempat diantara dua pegunungan, salah satu lokasi mengajarku pada Pondok Pesantren. Cukup terkenal karena visi dan misi Kyainya termasuk modern. Terkadang, hal tersebut mengingatkanku pada cerita di pondok dulu. Ketika bosan menyerang, ke-istiqomah-an mulai sedikit goyah, namun semua harus teringat pada tujuan awal mondok.
“Bu, gimana sih Bu, cerita Bu Uun bisa ketemu suaminya?” tanya salah satu muridku di kelas. Hal seperti ini sudah biasa kudapati. Sejak awal mengajar disini, tak hanya mengenai pelajaran Matematika saja tetapi juga sharing kehidupan masa depan. Kupikir juga memang sudah saatnya mereka belajar tentang hal ini, mengingat usia mereka yang mulai dewasa. Wajar, jika pertanyaan menjuru pada masa kedepannya, termasuk pernikahan.
“Nah, ini yang lucu nduk. Ibu bisa ketemu dengan suami Bu Uun di sekolah, waktu Bu Uun SMA.” Jawabku.
Sontak semua terkejut. Yang awalnya sedang serius mencatat pelajaran kemudian bengong dan ikut menyimak. Mengingatkanku pada tahun itu. Seusia mereka, di pondok juga.
            Ketika itu, aku duduk di kelas XII dan sedang mengikuti salah satu program yang diadakan oleh sekolahku. Mengajar di salah satu SD yang terlihat kekurangan SDM. Entah apa dari dulu mengajar adalah salah satu hal yang kusuka. Setiap akhir pekan, Sabtu siang sepulang sekolah, aku dan beberapa temanku diantarkan menuju tempat. Hanya beberapa saja, 5 orang termasuk aku. Sehingga cukup dalam satu mobil. Akhir-akhir ini dia getol membantu Sekolahku, karena tempatnya untuk ‘Pengabdian’. Semacam agenda tahunan dari kampus doi. Lucu memang, awalnya aku dan si doi hanya saling lirik lewat kaca spion dalam. Di mobil pun, aku hanya mampu tertawa dalam hati. Ah, apa ini? Lama kelamaan, aku harus mengumpulkan banyak kekuatan jika tiap akhir pekan. Bukan hanya materi yang akan kusampaikan nanti, tetapi juga perjalanan itu. Entah kenapa, rasanyaaa... ingin kutaklukkan tiap waktu.
            Bukan hanya itu, aku juga aktif di OSIS. Aku senang bertemu dengan banyak teman yang menginspirasi. Ya, walaupun tidak harus memegang amanah yang terlalu besar, tapi selalu menambah pengetahuan dan pengalamanku. Setiap pekan, semua siswa diberi kesempatan untuk mengirim karyanya di majalah dinding (Mading) sekolah. Nanti, akan dipilih oleh tim Mading. Ini salah satu kesukaanku. Tak sanggup ucapkan, hatiku menuaikannya dalam indah kata-kata diatas coretan pena. Seminggu, dua minggu. Api tak pernah kutampakkan jelas namaku. Hanya siratan-siratan hati untuknya, si doi. Suatu hari pun, aku dikejutkan dengan catatan puisi, sekan membalas syairku. Ah, siapa? Dengan nama pena, doi pandai menyembunyikan wajah.
Berhubung doi juga orang yang berpengaruh ketika itu, ada beberapa pertimbangan yang diberikan oleh Kepala Sekolah. Doi diberi kesempatan lebih, di luar jam pengabdian, berhubung masanya telah usai. Hari ini UAN. Sudah selayaknya siswa kelas akhir. Dan perjuanganpun berlanjut dengan memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. Ya, kampus. Sudah ada beberapa daftar beasiswa yang kuincar. Maklum, jika dihitung untuk pengeluaran kampus, rasanya belum cukup. Ditambah pula dengan serba serbi kehidupan sehari-hari. Sudah hampir semua daftar beasiswa kuikuti, nihil. Terakhir pengumuman dari beasiswa Ajinomoto, salah satu industri kaya di kotaku.
Hari itu, begitu menegangkan. Kutunggu keputusan beratku. Semalam ibu sudah berbincang padaku. Solusi apa jika rencana ini gagal? Kuyakinkan ibu bahwa aku lolos seleksi. Pengumuman ditempel, tak sabar kumenantinya. Berdesar-desar, namun harapanku ada. Satu persatu wajah orang disekitarku berubah pesona. Gembira, haru, sedih, sedangkan aku? Bismillah, ternyata bukan namaku. Tak satupun tertera namaku. Dug! Rasanya jantungku serasa berhenti sejenak. Lalu bagaimana?
Teringat sebuah nasehat, mengejar ridho tidak hanya dari satu jalan. Tiba-tiba doaku menuju pada satu hal. Pernikahan! Ya, tulus, mengejar ridho Ilahi. Membahagiakan suami, dan kelak mendapat banyak doa. Semoga dilancarkan jalan yang kuimpikan. Seperti yang selalu kuucap dalam doa. Sewaktu aku mulai menginjak awal SMA, meskipun belum memiliki rencana secepat itu, tetapi doa dapat terlantunkan sepanjang saat. Karena Allah mengabulkan doa hambaNya: 1) secara langsung, 2) ditunda, ataukah 3) diganti dengan yang lebih baik.
Tak perlu lama memendam rasa, doi pun melamar. Mengetahui niat baikku yang disambutnya secara positif. Sebulan kemudian, pernikahanpun dimulai. Sederhana saja. Tetapi bukan untuk memendam impianku untuk kuliah. Hal itu pasti ada solusinya.
Senang rasanya, suamiku sangat mendukungku. Kusimpan syair-syair ‘perang’ di Mading. Lucu memang. Ingin kuabadikan untuk anak cucu kelak. Setahun kemudian aku bisa kuliah, dan menjadi lulusan terbaik. Dengan semangat dan doan yag terlengkapi.
Ya Allah, jadikanlah ia pelengkap Imanku, penyempurna dzikirku.




“Jodoh, memang adalah rencanaNya. Namun, apa salahnya jika kita berdoa sejak saat ini. Agar terlengkapi semua doa-doa yang diucapka. Jalan menuju ridho Allah bervariasi, semua adalah pilihan yang terbaik. Tidak ada pilihan yang buruk. Yang buruk adalah yang tidak memilih. Dan bagaimana ia berkomitmen dengan pilihannya tersebut.”

terinspirasi oleh kisah nyata 

Apa sebutan yang pantas untuk seorang ‘Mahaguru’?

https://web.facebook.com/photo.php?fbid=1557059111262833&set=pb.100008762777197.-2207520000.1478017979.&type=3&theater
Abah, lebih dari sekedar Mahaguru.
          Beberapa bulan lalu, Saya dikejutkan dengan salah satu postingan teman saya di akun facebook miliknya. Ia meng-upload hasil editan foto guru saya dengan caption, ‘Sebutan apa yang pantas untuk seorang Mahaguru?’. Dari positingan tersebut, pikiran saya flashback, mengingat hasil kerja keras dan usaha yang hasilnya saya rasakan saat ini. Hal tersebut ada kaitannya dengan guru saya? Mengapa? Karena beliau begitu berasa dalam mengantarkan seluruh anak didiknya hingga jenjang selanjutnya. Apakah beliau termasuk orang besar? Ya, di mata kami beliau adalah salah satu orang paling berjasa dalam kehidupan kami. Meski namanya tak setenar artis televisi ataupun tokoh kondang.
            Kami mengenalnya beliau dekat, sedekat kehangatan setiap hari yang kami rasakan. Tak pernah lelah mengingatkan semua anak didiknya, meskipun beliau sendiri dalam keadaan payah melebihi kami. Apa saja? Banyak, ketika memaparkan kehebatan beliau. Dibalik orang-orang hebat, tersimpan sebiah ketulusan hati.

  •  Selalu memberi contoh di depan.
Tak sedikit perkataan yang selalu menguatkan hati kami. Semangat untuk terus berprestasi, tak jarang keluarga pun dotinggalkan demi amanah besar ini. Salah satu prinsip yang sangat kuat dan begitu mengena. ‘Anak adalah titipan Allah. Jika kami serius, bersungguh-sungguh membina anak-anak didik saya, maka Allah akan mendidik anak kandung saya dengan caraNya.
  •        Sholat sunnah.

Istiqomah sholat sunnah. Terutama tahajud, witir, tasbih, dhuha dan selalu mengingatkan kami arti kehidupan sesungguhnya. Tak pernah sekalipun absen dihadapan kami untuk menunaikannya bersama-sama di masjid. Meski halangan mendesak, dan udara dingin merayu badan.
  •    Ikhlas

Apapun beliau usahakan yang terbaik. Tak tanggung apapun itu ia korbankan. Segala tenaga, doa, pikiran, hati semua untuk kami. Dibalik keikhlasan itu, selalu terlihat senyum bahagianya. Tak pernah sekalipun ia curahkan pamrih. Ikhlas, bahkan terkadang keluarga beliau ikut berkorban demi masa depan kami. Yang merupakan project serius, bukanlah sekedar main-main. ‘Jika kita tulus, Allah yang pantas memberi imbalan. Jangan ragu.’ Dan karena hasil tidak akan menghianatai usaha.

  • Berkahnya, selalu diharapkan. 

Doanya, selalu dinanti. Bahkan sekalipun sudah berjauhan, beliau lah tempat berbagi. Sejenak meluangkan waktu, memberi kabar. Hingga sesuatu yang sungguh-sungguh ingin dibicarakan. Ikhlasnya, keistiqmoahannya, keteguhan hatinya, menguatkan kami dan selalu menjadi acuan semangat kami untuk berkreasi, sekalipun tanggung jawab itu sudah berpindah estafet. Semoga sehat selalu ustadz, aamiin.

Pacet, Mojokerto.

Refleksi : Seputar Paham, atau Takut Ujian.

            Sebut saja sebelum ujian. Persiapan selalu dilakukan semaksimal mungkin, bahkan rela melakukan hal yang bukan kebiasaan sehari-hari. Ujian disini lebih pada persoalan di kelas, yang kami maksud. Bagaimana persiapan untuk mengahadapi ujian. Bahkan melakukan hal-hal yang sebelumnya belum pernah dilakukan untuk memersiapkan yang terbaik. Atau mungkin dengan istilah Jawa ‘Ngoyo’, memaksaka diri. Padahal, apa sih makna ujian sekolah bagimu? Sekilas, ini seputar ujian juga. Bagaimana ujian bisa sangat menjadi hal yang mengerikan. Tapi harus dilaksanakan. Seperti itulah dinamika sekolah.            Bagaimana awal terbentuknya sekolah versi dunia Barat? Ingat kejadian Revolusi Indsutri? Nah, pada saat itu, para industri membutuhkan tenaga kerja agar memudahkan pekerjaan yang ada. Oleh karena itu, diadakan sekolah dimana dididik untuk memiliki ketrampilan yang sama, guna menyelesaikan pekerjaan dengan banyak dalam waktu singkat. Para pekerja disini adalah hasil didikan dari sekolah tersebut. Lalu, bagaimana dengan ‘madrasah’? identik dengan umat muslim. Dimana awalnya merupakan halaqoh, yang membahas mengenai Islam lebih dalam lagi. Lalu, mulailah madrasah pertama yaitu Madrasah An-Nidhomiyah,            Bagaimana sekolah seharusnya? Apakah pendidikan itu? Menelaah pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pemdidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseotang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Sehingga, pendidikan tidak selalu identik dengan sebuah fasilitas mewah pengantar pelajaran formal. Sedangkan pendidikan dapat dilihat dari sisi yang luas. Bagaimana segala kepentingan menghilangkan esensi pendidikan sebenarnya. Sejatinya sekolah seharusnya bisa memanusiakan manusia, bukan sebagai penghasil pekerja.
            Pernahkan terlena dengan akreditasi sebuah sekolah? Prestasi siswa melejit, gedung tinggi bertahta, fasilitas menggiurkan, sesuai dengan pembayaran per bulan. Sebagian orang setuju, bahwa itulah yang dinamaka sekolah sesungguhnya, padahal jika dipelajari lagi justru terdapat banyak kepentingan di belakangnya. Itulah yang disebabkan oleh paradigma Konservatif. Lalu berdasarkan kesadaran, banyak hal yang bisa dilakukan di blalik layar pendidikan. Seperti tertindas atau menindas. Dimana pada sedaran ini merasa bahwa segala sesuatu adalah kehendak Tuhan. Menindas dan terindas pun adalah ketentuan dariNya. Mereka miskin, bodoh, kaya, penguasa, adalah sudah suratan sehingga tiak ada upaya untuk berubah. Selanjutnya, mengenai kesadaran naif. Dimana masyarakat menyalahkan dirinya atas kesalahan yang terjadi. Sehinga ada semangat untuk merubah diri. Dan tertinggi adalah kesadaran kritis, dimana pada kesadaran ini masyarakat diajak untuk berfikir penyebab dari ketidakstabilan yang ada. Lebih membenahi struktur dan sistem. Seningga terbentuknya hal tersebut yang adil. 

Jumat, 01 Juli 2016

Bersama

Bersama Orang-orang pilihan greensa :D
Dari kalian saya banyak belajar. Ya, belajar apa saja di setiap perjumpaan kita. Dari tutur kata yang perlu diasah, keberanian yang naik turun, sabar yang harus berbeda level. Apapun itu, i’ve got it! Belajar enggak hanya menuntut usia, tapi lebih dari itu. Belajar sabar, menghargai orang, terutama diri sendiri. Belajar bahwa dunia masih luas. I just got not all. It just a piace of what wanna call? Gatau. Dari gaya bicara yang beda, atau menghilangkan prasangka sok tahu, ah, apa salahnya? Belajar dari orang yang belajar. Team work. Apalah semua harus dilalui ketika berproses, benerkan? Paras cantik saja bukan pengantar kebahagiaanmu tapi next, ada tahap selanjutnya. Ketika cantikmu dimakan usia? Apa yang kamu lakukan? Please, cantik hati gak bakal hilang kok. J ciyee, nyepiik awwaww.

1. ilmu agama penting lho ya.!
Ini kadang aku iri ya, kalau ada orang yang lebih pinter. Ya, gapapa kan iri dala kebaikan. Hehehe. apalagi kalau misalnya mereka ‘jurusan umum’ dan justru imbang dunia akhiratnya. Siapa tahu, tahu apa aja J

2. dunia bukan Cuma kamu aja
Please, kita makhluk sosial yaa. Dan kebutuhan sosial itu kompleks banget! Nget nget.. gimana kalau kamu yang dipandang sebagai orang berkemampuan luas, tapi ternyata kurang luwes? Huahh huahah huahh . jangan nangis! So that way, aku mau sharing :3

3. setiap tahun udah beda rasanya.
Mungkin sekarang rindu, tapi apa rindu itu bakalan tetep sama dengan tahun-tahun berikutnya? Hmm, i don’t know well. Let it be.. gimana kalau rindu itu justru membawa oleh-oleh cerita unik, klasik, inspiratif dan ‘it’s the answer!’ jawaban atas segalanya. Segala doa, segala kegundahan hati sebelumnya, doa atas kekhawatiranmu apakah selama ini Allah sayang kamu.
So, gonna be ok every condition. Semangat untuk next tripnya. I don’t know what wanna be we’are, but i know for whom we are. Tetep rendah hati, semangat pam-pam, ingat tujuan kita masing-masing. Kita boleh melangkah bersama, namun enggak semua harus beriringan. Ku tunggu di garis finish yang berbeda ya! Salam,

01/Juli/2016


 

Rahma Ceria Template by Ipietoon Cute Blog Design